Jam 3 pagi. Damn, bahkan gue belum makan malam, dan sebentar lagi sudah harus sarapan
Via mengumpat lalu beranjak. Ia tidak akan membiarkan maag nya kambuuh yang malah membuat pekerjaannya terhambat. Via benci itu, ketika suatu pekerjaan harus semakin lama tertunda hanya karena penyakit kecil. Via mengambil macaroni schotel sisa kemarin yang masih banyak. Via menjawil sedikit ujungnya dan dimasukkan ke mulutnya. Sudah kepalang lapar, Via langsung memakannya dengan sendok tanpa memanaskannya.
Bleg
Badannya direbahkan ke sofa panjang hijau kesukaannya. Tempat ia beristirahat, menonton televisi, atau sesekali menangis disitu jika pekerjaannya dirasa terlalu berat. Tempat tidurnya hanya sesekali disentuhnya, ruangan yang terlalu besar dan tempat tidur dengan King Size malah membuat Via takut. Takut ia malah akan tertidur kepalang nyaman dan nyenyak sehingga ia terbangun pada siang hari dan menyesali semuanya. Lebiih baik Via mencuri tidur sejam dua jam lalu bangun dengan mata berat tapi semua pekerjaannya selesai. Selesai dengan tepat waktu.
Waktu menunjukkan pukul 8 pagi saat Via sudah tiba di kantornya. Sengaja ia datang lebih awal untuk mempersiapkan diri menjelang presentasinya nanti. Ia akan memperlihatkan hasil design-nya di hadapan sejumlah jajaran direksi, dengan agenda utama meeting mengenai perombakan lay-out store serta promosi menjelang hari Valentine. Sebenarnya meeting kali ini akan menjadi sebuah kesempatan bagus untuk Via memperlihatkan kemampuan design sekaligus ilmu marketing yang ia miliki.
Jam 10 tepat. Semua anggota rapat sudah hadir. Pak Wira, selaku Direktur perusahaan pun memasuki ruang meeting. Meeting dimulai dengan pembahasan awal soal strategi promosi Valentine di bulan Februari nanti. Pak Emir dari bagian marketing mempresentasikan ide-idenya. Tidak lama setelah itu, giliran Via yang mempresentasikan hasil design-nya tadi malam. Ia memperlihatkan beberapa gambarnya dalam slide singkatnya.
“Ini lay-out untuk lantai satu. Sengaja rak ditata agak padat di bagian samping agar di bagian tengah ada spot untuk menaruh dekorasi. Lalu untuk equipment seperti manequin dan meja bundar rencananya akan diletakkan di sini. Dengan lay out seperti ini, saya rasa customer akan lebih tertarik melihat.” Via menjelaskan dengan percaya diri.
“Sementara di lantai dua, lay out nya tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Hanya akan diberi sentuhan..”
“Cukup. Silahkan kembali ke tempat duduk.” ucap Pak Wira memotong presentasi Via.
Via terkesiap. Ia belum menyelesaikan presentasinya tapi sudah diminta menyudahi?
“Saya ngga akan mungkin approve lay out kaya begini.” Pak Wira melanjutkan dengan suara ketusnya.
Hah? Kenapa? Ada yang salah dengan design gue? Selama beberapa hari terakhir gue udah konsultasi ke bagian marketing dan mereka bilang ini udah sesuai. Terus sekarang malah Pak Wira ga approve? Batinnya bertanya-tanya. Via diam beberapa detik.
“Maaf, Pak. Alasannya?” Via memberanikan diri untuk bertanya.
“Ya kamu pikir saja sendiri! Kita berbicara tentang lay-out department store high class, bukan pasar!!” suara Pak Wira meninggi. Pedas.
Via berdiri mematung di depan peserta meeting. Semua mata mengarah padanya. Perasaan malu dan kesal berkumpul di hatinya. Sebenarnya sudah cukup sering Pak Wira ‘memakan korban’ dalam setiap meeting. Tapi baru kali ini Via yang menjadi sasarannya. Ia yang selama ini lebih sering mendapat apresiasi kali ini justru mendapat penolakan cukup keras. Sejujurnya Via masih bingung di bagian mana dari design-nya yang tidak sesuai.
“Baik, Pak. Akan saya perbaiki.” jawab Via sambil menahan rasa malu, kemudian berjalan menuju ke tempat duduknya.
***
Via menegakkan dagunya memasuki kubikalnya. Semua mata tertuju padanya, Pak Emir menatap dengan simpati, rasa bersalah sedikit menghampirinya.
Sudah cukup dua hari ia sengaja tidak masuk kantor, hatinya terlalu terpukul. Via tahu mereka menatap mata bengkak Via yang tidak bisa ditutupi. Dalam hati Via mengutuk koleksi kosmetiknya yang sedikit sehingga tidak bisa memanipulasi matanya yang sembab oleh airmata.
Jam 10.
Via memasuki ruang rapat. Kali ini, ia yang terakhir datang. Via sibuk menyusun dan mempersiapkan semuanya. Matanya menghindari tatapan semua jajaran direksi.
Biar kalian menatap gue nanti, gue lebih siap dari kemarin.
Giliran Via yang mempresentasikan revisi desainnya. Via menahan nafas panjang, dalam hatinya berharap tidak ada lagi yang membentaknya. Dirinya tulus memaafkan Pak Wira tanpa diminta, itu semua karena pekerjaan yang kepalang ia cintai. Via sesekali membenarkan blazer hijau toskanya, jajaran direksi terdiam dan mata mereka menatap Via, mereka sungguh ingin mendapatkan suatu gebrakan pada revisi desain Via pagi ini.
Klik.
Gambar muncul.
“Baik, selamat pagi semua. Langsung saja untuk desain revisi saya, saya merevisi pada area tengah. Saya menggantinya dengan ini, dimana setiap spot menghasilkan suasana Valentine, seolah mereka sebagai customer diajak menjelajahi dunia yang penuh cinta. Mulai dari entrance sampai selesai berkeliling customer seakan mendapatkan pengalaman yang belum ia rasakan sebelumnya. Untuk gambar ini, yah, kita tambahkan dekorasi hati pada plafond namun tidak terlalu over, hanya di beberapa area saja. Dan kita libatkan seluruh indera mereka untuk merasakan sensasi jatuh cinta ini, maka di beberapa sudut ruangan saya menambahkan dengan aromaterapi manis seperti vanilla atau cokelat”
Beberapa petinggi menarik nafas. Via kembali duduk sesudah mengucapkan terima kasih. Tidak ada potongan dari Pak Wira, tidak ada mata yang mengernyit. Namun tiba-tiba..
Pak Wira berdiri, Via bahkan tidak dapat menangkap reaksi nya karena begitu cepat, ia meninggalkan ruang rapat.
Seluruh peserta meeting bertanya-tanya. Apa yang terjadi dengan Pak Wira? Ia bahkan tidak memberi komentar sedikit pun. Via merasa cemas seketika. Apakah idenya lagi-lagi tidak sesuai dengan keinginan Pak Wira?
Pak Gunawan, selaku Wakil Direktur, kemudian ikut keluar menyusul. Sementara peserta meeting yang lain tetap berada di dalam ruangan menunggu aba-aba apakah meeting disudahi atau terus dilanjutkan. Seisi ruangan mendadak dipenuhi suara bisikan pertanyaan bernada bingung. Pak Emir kemudian mencoba mengambil alih arahan meeting dengan membahas kembali jadwal promo Valentine. Di tengah pembahasannya, tiba-tiba tanda berwarna merah muncul di screen proyektor ruang meeting. Aplikasi notes intern perusahaan memunculkan tanda adanya pesan masuk. Pak Emir yang sedang berada di depan laptop membuka tanda itu. Klik. Seluruh mata memandang screen yang menampilkan isi notes tersebut.
From : Wira Rahadikusuma
To : All
Message :
“Saya barusan ke lantai satu dan dua untuk melihat langsung ke lapangan yang akan dirombak. Gagasan saudari Via layak untuk diterapkan. Saya minta gagasan itu segera dieksekusi. Team dekorasi harus kerjakan dari siang. Pemindahan equipment kerjakan setelah jam store tutup. Besok semua sudah harus jadi. Ingat, momen promo ini sudah semakin dekat. Besok siang saya akan inspeksi. Saya tidak terima alasan apa pun kalau sampai ada yang belum beres.”
Via membaca kembali tulisan yang ada di depannya. Ia tidak salah baca. Iya, benar. Pak Wira menyetujui idenya. Via menghela nafas lega. Seolah ada angin segar menghembus ke dalam kepalanya. Ia seakan sudah membayar rasa malu dan kesal yang dirasakannya dua hari yang lalu. Kali ini, tugas berikutnya menanti. Esok hari gagasan yang ia presentasikan tadi harus diwujudkan bersama. Tanpa cacat. Harus.