Thursday, April 26, 2012

Sedihmu Pasti Ada Harganya


Kamu yang sedang merasa sedih, kamu yang sedang terpuruk, kamu yang dikecewakan oleh kenyataan, kamu yang rapuh, juga kamu yang masih diselimuti kebimbangan.. Ya, aku tahu bagaimana rasanya semua itu. Ayo ke mari. Kemarilah mendekat. Kamu tidak sendirian.

Menangislah di pundakku, jika kamu ingin meluapkan apa yang menyesakkanmu. Rangkul aku, jika itu bisa membantu menenangkanmu. Teriak di telingaku pun tak apa, jika itu bisa membuatmu lega.

Ya.. Aku tahu bagaimana rasanya itu..

Sekarang, mari sejenak tenangkan pikiranmu. Lepaskan semua yang membuatmu kalut. Perlahan-lahan, redam hatimu. Tenang dulu sejenak. Setidaknya beberapa menit ke depan..

Nah. Mungkin saat ini kamu sedang terpuruk. Entah karena ada yang menyakitimu, ada yang meninggalkanmu, atau ada seseorang yang harus kamu lepaskan. Bisa dibilang, inilah titik jatuhmu. Tak mengapa, asalkan kamu sadar sekaranglah waktunya untuk bangkit. Sekarang. Bukan nanti atau pun bukan esok hari. Sulit? Ya, aku paham. Tapi kamu bisa. Pasti bisa. Bukankah titik terendah dalam hidup seseorang adalah titik tolak menuju pencapaian tertingginya kelak?

Ayo bangkit! Mulailah melangkah. Berjalan, meski kamu harus tertatih. Cukup sekali saja melihat ke belakang. Jadikan itu bekal hidupmu kelak. Yang penting, jangan berjalan mundur. Jangan! Sekalipun ada kebahagiaan di situ, tapi itu sudah berlalu bukan? Masa depanmu yang jauh lebih bahagia ada di depan sana.

Mungkin kamu sudah mencoba bangkit, tapi masih kerap jatuh berulang kali. Begitukah? Ya, aku mengerti. Tak mengapa. Itu wajar. Yang tak wajar, jika kamu enggan bangun lagi dan memilih untuk tenggelam dalam kesedihanmu.

Ayo terus berjalan! Tepis semua yang membuatmu risau. Segala keraguan, kenangan, kebimbangan atau sakit hati mungkin kerap menghantuimu. Pasti itu semua melelahkan bukan? Ya, itu karena ada bagian hatimu yang belum lapang. Keadaan sekarang memang telah berubah. Terima hal itu. Maka ketika semua tidak lagi sama seperti dulu, yang kamu perlukan adalah menyesuaikan diri dengan keadaan sekarang. Ya, menyesuaikan diri! Butuh waktu? Pasti. Segala sesuatu butuh proses. Tapi tak ada kebaikan yang kamu dapat dari berlama-lama meratapi keadaan. Segera untuk pulihkan hatimu. Segera.

Sekarang, lihat di sekitarmu. Kamu tidak sendirian. Banyak yang siap mendukungmu. Keluargamu, sahabatmu, rekan kerjamu, atasanmu, bawahanmu, jangan tutup mata atas kehadiran mereka semua. Bahkan, orang yang tidak kamu kenal sekalipun bisa saja memberimu senyuman tulus. Buka mata dan hatimu. Ah iya.. Tuhanmu. Ingat Tuhanmu. Dia tidak akan meninggalkanmu. Dia menyayangimu melebihi daripada kamu menyayangi dirimu sendiri. Tuhanmu pasti mengirimkan orang-orang yang sedia membantumu melalui berbagai fase hidupmu. 

Nah. Ayo, percepat langkahmu! Ingat kembali impian-impian yang hendak kamu raih. Kejar semampumu. Nantinya, impianmu juga akan berlari mengejarmu. Kalaupun kamu harus terjatuh lagi.. Ah itu sudah biasa. Jatuh, bangkit, jatuh, bangkit. Sesekali berlari, melompat, atau kalau perlu istirahat sejenak. Yang penting bukan kembali mundur. Jaga ritme hidupmu. Jaga semangatmu. 

Sekarang, perhatikan ini. 

Akan ada satu saat di mana kamu tersenyum bahagia mengingat semua masa sulitmu. 

Akan datang masanya juga, kamu berterima kasih pada titik jatuhmu. 

Akan ada saatnya pula kamu tersadar bahwa ternyata kamu kuat. Jauh lebih kuat dari yang kamu kira.

Dan akan tiba waktunya juga, seseorang yang tepat datang kepadamu. Siap berjalan beriringan denganmu mengejar impian bersama.

Sekali lagi, semua sedihmu, sakitmu, lelahmu, dan perihmu sekarang, pasti ada harganya. Semua akan terbayar dengan kebahagiaan. Pasti!

weheartit.com


Sunday, April 1, 2012

Selamat Ulang Tahun, Kamu

Cerita flash fiction ini masih untuk project #FFHore. Kali ini temanya "Selamat Ulang Tahun, Kamu." Baca yuuuk.. :)

“Selamat ulang tahun, Dian.” kataku pelan seraya memandangimu. Tanganku memegang erat plastik berisi bunga. Hanya ini kado yang bisa aku beri untukmu. 

Kamu tak membalas ucapanku. Diam. Hening. Di hari spesial ini, seharusnya aku bisa melihatmu tersenyum atau tertawa lepas. Tapi kali ini tidak.

Aku ingat, pada tanggal yang sama setahun yang lalu, aku memberimu kado sepasang jam tangan. Satu untukmu, satu lagi untuk aku pakai. Kamu begitu senang saat menerimanya karena jam tangan itu yang kamu idamkan sejak lama. Kemudian kamu juga memberiku hadiah sepasang kaos bergambar karikatur muka kita. Satu untukmu, satu untukku. Manis.

Tahun ini, aku hanya bisa memberimu bunga ini. Bukannya aku tidak ingin memberimu kado lain. Bukan.. Oh tapi aku juga memberimu do’a. Itu pasti. Do’a agar kamu bahagia selalu, meskipun kita tidak bisa lagi bersama.

“Dion, taburkan itu bunganya.“ kata Ibu setelah kami selesai berdo’a.

Aku menuruti perkataan Ibu. Lalu mataku menatap kamu yang ada di hadapanku.

Dian Arbithania binti Pandu Iryawan
Lahir: Jakarta, 29 Maret 1988
Wafat: Jakarta, 07 Agustus 2011

Hari ini usiaku bertambah menjadi 24 tahun. Kamu pun seharusnya demikian. 

“Selamat ulang tahun, kamu. Semoga selalu tenang di sana.” bisikku seraya mengecup batu nisan saudari kembarku.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktop